bolaberjaya.com – Mia Zelu, sosok cantik dan anggun, berhasil menarik perhatian di turnamen Wimbledon 2025. Meskipun terlihat nyata duduk di tribun dengan segelas Pimm’s, ia sebenarnya adalah influencer virtual yang sepenuhnya diciptakan oleh teknologi AI.
Dengan lebih dari 150 ribu pengikut di Instagram, Mia menggambarkan dirinya sebagai digital storyteller dan membagikan momen-momen glamor dari berbagai acara tenis. Pesonanya membuat banyak atlet di Wimbledon terpesona, menggambarkan evolusi teknologi AI dalam dunia influencer.
Fenomena Influencer Virtual
Mia Zelu bukanlah influencer biasa; ia merupakan bagian dari tren baru influencer virtual yang semakin populer. Muncul dengan kesan begitu nyata, Mia sering kali sulit untuk dibedakan dari manusia.
Dalam salah satu unggahan saat Wimbledon berlangsung, ia menulis, ‘Still not over the event… but the party’s a whole other game. Which Wimbledon match was your fave?’, menunjukkan kemampuannya untuk berinteraksi dengan audiens.
Kehadiran Mia menggambarkan bagaimana teknologi AI telah berevolusi, menjadikannya sebagai digital storyteller yang mampu menyentuh aspek emosional audiens meskipun hanya berupa karakter digital.
Kehadiran Influencer Sebagai Tren di Media Sosial
Mia tidak sendirian dalam dunia AI-influencer. Ia memiliki ‘saudara’ AI bernama Ana, yang juga merupakan influencer virtual dengan lebih dari 266 ribu pengikut.
Kedua karakter ini menunjukkan daya tarik yang kuat di media sosial, meskipun tercatat dengan jelas bahwa mereka adalah hasil ciptaan AI. Namun, ketertarikan pengguna tetap tinggi, terlihat dari komentar seperti, ‘Kamu cantik banget’ dan ‘Mau menikah denganku?’
Kejadian ini menciptakan spekulasi mengenai perhatian dari pengguna, termasuk pemain kriket India Rishabh Pant yang menyukai unggahan Mia, menunjukkan bahwa ia mungkin masih menganggap Mia sebagai manusia nyata.
Kekhawatiran atas Penipuan dan Identitas Palsu
Walaupun kehadiran influencer AI menawarkan inovasi, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengguna media sosial. Seperti yang terjadi tahun lalu, seorang wanita di Inggris menjadi korban penipuan setelah jatuh cinta dengan sosok palsu yang diakui sebagai ‘kolonel militer AS’ di Tinder.
Kejadian tersebut menunjukkan pentingnya kesadaran di era digital, di mana interaksi virtual bisa menimbulkan risiko, salah satunya penipuan identitas. Pengguna diharapkan lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan online, terutama dengan mereka yang identitasnya tidak jelas.